Minggu, 25 Maret 2012

HUBUNGAN BAHASA, BUDAYA dan MASYARAKAT

HUBUNGAN BAHASA, BUDAYA dan MASYARAKAT

Disusun untuk memenuhi tugas semester IV
Mata Kuliah              : Sosiolinguistik
Kelas                         : Pagi C          
DosenPengampu      : Erwan Kustryiono, S.Pd 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiH7v9aPKZoA3aWQQ1HADmPq5TaRFzsHd4McOPs_jgjxSZDxSv0T61pBH6ADyx0hX1Sni40YhxesW-ckT7neTM1aRVXlHcQslpHSuqexrxK3vzrDpt_luksbBw8bVKq2se7bSIdJq06vQ/s320/logo_unikal.gif




Oleh,
1.    Anita Agustina    (10.0499.H)
2.    Heri Susanto        (10.0389.H)
3.    Nur Jamilah        (10.0487.H)
4.    Rista Evi H.         (10.0425.H)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
PEKALONGAN
2011


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, dengan kata lain manusia membutuhkan individu lainnya dalam kelangsungan hidup. Oleh karena itu manusia perlu bahasa sebagai alat komunikasi atau berinteraksi dengan sesamanya dalam melangsungkan hidupnya sebagai mahluk sosial.
Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi paling efektif antara individu dengan individu lain. Dengan bahasa seseorang dapat menyampaikan maksud yang dipikirkannya kepada orang lain. Bahasa disampaikan baik melalui lisan maupun dalam bentuk tulisan. Bahasa dan masyarakat tidak bisa dilepaskan karena bahasa dengan masyarakat memiliki kaitan erat, masyarakat tidak mungkin bisa berjalan tanpa bahasa begitu juga sebaliknya bahasa tidak akan ada jika tidak ada masyarakat.
Bahasa yang ada dalam masyarakat akhirnya menjadi kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun, Hingga bahasa pada masyarakat tersebut menjadi sebuah budaya yang menjadi suatu ciri khas masyarakat tersebut. Bahasa tidak hanya menentukan kebudayaan tetapi juga pola pikir  masyarakat pada suatu daerah tersebut. Untuk memahami budaya daerah tertentu maka hal yang pertama diperlukan adalah memahami bahasa pada masyarakat tersebut.
Antara bahasa, budaya dan masyarakat ternyata saling berkaitan dan memiliki hubungan yang erat, untuk mengetahui bahasa tentu kita harus mencari tahu mengenai arti dari bahasa itu sendiri. Dan kemudian mencoba menghubungkan bahasa dengan kebudayaan, selanjutnya mengaitkan bahasa dennga masyarakat. Mengenai bahasa, budaya dan masyarakat akan coba dibahas lebih mendalam dalam karya tulis ini.
                       


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengetian Bahasa
Bahasa memiliki pengertian yang sangat luas karena bahasa merupakan alat komunikasi sosial seluruh manusia di dunia, banyak para ahli yang mencoba merumuskan mengenai pengertian bahasa, berikut beberapa ahli yang mencoba memberikan definisinya mengenai bahasa.
 Tarigan (1989:4), memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Chaer dan Agustina (2009:11) secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep.
Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.

1.      Karakteristik Bahasa
Telah disebutkan di atas bahwa bahasa adalah sebuah sistem berupa bunyi, bersifat abitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa di antara karakteristik bahasa adalah abitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.
a)        Bahasa Bersifat Abritrer
Bahasa bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan.
Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.
b)        Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
c)        Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.


d)       Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
e)        Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.

B.     Hubungan Bahasa, Budaya dan Masyarakat
Pengajaran bahasa sering dipisahkan dari pengajaran budaya (culture), bahkan ada yang menganggap bahwa bahasa tidak ada hubungannya dengan budaya. Memang diakui bahwa budaya penting untuk dipahami oleh pemelajar bahasa, tetapi pengajarannya sering terpisah dari pengajaran bahasa. Memang mempertimbangkan aspek budaya dalam pembelajaran bahasa dengan lebih menekankan pada penggunaan bahasa, tetapi dalam pelaksanaannya bahasa masih dianggap sebagai satu sistem homogen yang terpisah dari interaksi penutur dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat yang kompleks dan aktif. Bahasa dikatakan kompleks karena di dalamnya tersimpan pemikiran-pemikiran kolektif dan semua hal yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Bahasa dikatakan aktif karena bahasa terus berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena sifatnya tersebut, bahasa adalah aspek terpenting dalam mempelajari suatu kehidupan dan kebudayaan masyarakat.

Koentjaraningrat (1994), bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan. Namun, beberapa pendapat lain mengatakan bahwa hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang bersifat koordinatif, sederajat dan kedudukannya sama tinggi.
Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagian atau subsistem dari sistem kebudayaan, bahkan dari bagian inti kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua aspek kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah dari unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan itu. Lebih penting lagi, kebudayaan manusia tidak akan mungkin terjadi tanpa bahasa karena bahasalah faktor yang menentukan terbentuknya kebudayaan.
Bahasa sebagai alat komunikasi yang terdiri dari sistem lambang, yang dikomposisikan pada kerangka hubungan kelompok sosial, dapat berimbas pula pada struktur interaksi kebudayaan secara menyeluruh. Para ahli sepakat mendefinisikan kebudayaan sebagai sebuah sistem struktur yang terdiri dari simbol-simbol, perlambang dan makna-makna yang dimiliki secara komunal atau bersama, yang dapat diidentifikasi, sekaligus bersifat publik.
Fungsi bahasa dalam arti luas dapat dipergunakan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan segala perlambang kebudayaan antar anggota masyarakat. Sifat khas suatu kebudayaan memang hanya bisa dimanifestasikan dalam beberapa unsur yang terbatas dalam suatu kebudayaan, yaitu dalam bahasanya, keseniannya, dan dalam adat istiadat upacaranya. Bahasa dan budaya, sangat sarat dengan daya-daya kohesif dan saling mempengaruhi, serta boleh dikatakan bahwa masing-masing entitas yang satu tidak bisa berdiri sendiri tanpa peranan yang lain.
Pembelajaran budaya suatu masyarakat hendaknya mengutamakan unsur-unsur bahasa yang digunakan dalam masyarakat tersebut. Budaya dan bahasa merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Untuk belajar suatu budaya sekelompok masyarakat, seseorang harus menguasai bahasa sekelompok masyarakat tersebut. Chaer dan Agustina (2010), mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.

Sedemikian eratnya hubungan antara kebudayaan dan bahasa sebagai wadahnya, hingga sering terdapat kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dan ungkapan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Sebagai contoh, perkataan village, dalam bahasa Inggris tidaklah sama dengan desa dalam bahasa Indonesia. Sebab konsep village dalam bahasa Inggris adalah lain sekali dari desa dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu ungkapan yang pernah di keluarkan oleh penulis asing menyebut kota Jakarta sebagai big village akan hilang maknanya jika diterjemahkan dengan ” desa yang besar”.
Hal ini menegaskan kita pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan, yaitu bahwa kunci bagi pengertian yang mendalam atas suatu kebudayaan adalah melalui bahasanya. Semua yang di bicarakan dalam suatu bahasa, terkecuali ilmu pengetahuan yang kita anggap universal, adalah tentang hal-hal yang ada dalam kebudayaan bahasa itu. Oleh karena itu maka perlu mempelajari bahasa jika kita ingin mendalami suatu kebudayaan ialah melalui bahasanya. Bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.

 
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.
Sehingga dapat disimpulkan karakteristik bahasa yang pertama yaitu berisfat arbitrer yang artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah. Kedua Bahasa Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Ketiga bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Keempat Bahasa bersifat beragam karena faktor morfologii sosiol dan sebagainya. Kelima Bahasa bersifat manusiawi, sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia, hewan tidak mempunyai bahasa.
Bahasa tidak bisa lepas dari kebuayaan karena bahasa merupakan hasil budaya suatu masyarakat yang kompleks dan aktif. Bahasa adalah aspek terpenting dalam mempelajari suatu kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan.Namun hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang bersifat koordinatif, sederajat dan kedudukannya sama tinggi. Oleh karena itu maka perlu mempelajari bahasa jika kita ingin mendalami suatu kebudayaan ialah melalui bahasanya. Bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.




B.  Saran
Bahasa sebagai alat komunikasi manusia perlu dipelajari agar  sesuatu yang disampaikan tidak menjadi salah pengertian mengenai maksud dan tujuanya. Bahasa yang ada pada masyarakat telah menjadi kebudayaan, kita sebagai generasi bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sudah seharusnya menjaga bahasa Indonesia dan  bahasa daerah itu sendiri, agar tidak hilang karena proses global yang  menggunakan bahasa asing untuk bahasa internasional. Sebagai generasi bangsa yang baik,  sudah selayaknya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar karena bahasa indonesia adalah bahasa bangsa Indonesia tercinta.














DAFTAR PUSTAKA


Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni.2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal .Jakarta: Rineka Cipta
Koentjaraningrat. 1994. Metode-metode Penelitian Mayarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Tarigan, Henry Guntur .1989. Pengajaran Kompetensi Bahasa Indonesia.   Bandung:   Angkasa.
Wibowo, Wahyu .2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN NASIONAL


PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005
TENTANG STANDAR PENDIDIKAN NASIONAL

Disusun untuk memenuhi tugas semester IV
Mata Kuliah          : Telaah Kurikulum
Kelas                     : Pagi C
Dosen pengampu  : Drs. Suyitno








Oleh,
Heri Susanto
(10.0389.H)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
PEKALONGAN
2012
KATA PENGANTAR


Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis pada kesempatan ini dapat menyelesaikan penulisan Tugas yaitu Makalah Telaah Kurikulum dengan judul “ Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Teantang Standar  Nasioal Pendidikan.
Dan penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing tugas Makalah Telaah kurikulum ini yang telah memberikan pengalaman-pengalaman dn ilmu baik moril maupun materiil.
Harapan penulis semoga penulisan tugas ini dapat bermanfaat bagi enulis dan pembaca pada umumnya. Amin.




Pekalongan,18 Maret 2012

Penyusun


DAFTAR ISI
                                                                                                                      Halaman
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
Latar Belakang........................................................................................ 1
Rumusan Masalah................................................................................... 2
Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB II
PEMBASAHAN............................................................................................. 3
Kajian Teori............................................................................................. 3
Ruang Lingkup Standar Pendidikan Nasional........................................ 4
BAB III
PENUTUP...................................................................................................... 9
Simpulan................................................................................................. 9
Saran....................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 11


 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berdasarkan pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini diperkuat dalam UUD 1945 yang menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pengajaran (pendidikan),ini mengandung arti bahwa negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk memenuhi pendidikan setiap warga negaranya guna mewujudkan tujuan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan sebagai suatu proses yang bertujuan, Pendidikan berjalan baik apabila pendidikan mampu berperan secara sebagaimana mestinya, konteksual dan dengan baik dalam menjawab sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat serta tuntutan perubahan dan perkembangan zaman. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan suatu sistem atau perangkat pendidikan.
Salah satu perangkat pendidikan tersebut yakni Undang-Undang, dalam hal ini Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yang pada proses selanjutnya memerlukan penjabaran dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Sebagai suatu perangkat lunak, keberadaan Undang-Undang Sisdiknas ini perlu dikaji dan dirumuskan secara proporsional. Karena Undang-Undang Sisdiknas tersebut berisikan bagaimana tujuan, visi, misi hingga mekanisme prosedural pendidikan diatur dengan tidak melepaskan konteks sosial pada saat itu dan masa depan.



Di Indonesia Undang-Undang Sisdiknas ini tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Untuk operasionalnya, UU No. 20 Tahun 2003 tersebut masih memerlukan penjabaran, dan salah satu penjabarannya tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang akan saya bahas dalam makalah ini secara lebih mendalam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan?
2.      Apa saja ruang lingkup Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mendiskripsikan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
2.      Mendiskripsikan ruang lingkup Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ini merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam ketentuan umum pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang dimaksud dengan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan ini memiliki fungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Di samping itu, Standar Nasional Pendidikan memiliki tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
fungsi dan tujuan tersebut dapat diketahui, bahwa standarisasi pendidikan nasional ini merupakan bentuk mencita-citakan suatu pendidikan nasional yang bermutu. Sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 2 ayat 3: standar nasional pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Dalam mengoperasionalisasikan standar nasional pendidikan, pemerintah telah membentuk sebuah badan yang bertugas memantau, mengembangkan dan melaporkan tingkat pencapaian standar nasional pendidikan, badan yang dimaksud tersebut dikenal dengan nama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). BSNP ini memiliki beberapa wewenang guna menunjang pelaksanaan tugasnya sebagai pemantau dan pengembang standar nasional pendidikan, wewenang tersebut meliputi:
1.      Mengembangkan standar nasional pendidikan
2.      Menyelenggarakan ujian nasional
3.      Memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan
4.      Merumuskan kriteria kelulusan dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
B.     Ruang Lingkup Standar Nasional Pendidikan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, terdapat delapan standar pendidikan nasional yang digarap oleh BSNP yaitu,
1.      Standar Isi
Standar isi merupakan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi ini memuat kerangka dasar, struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satua pendidikan dan kalender pendidikan/akademik.
2.      Standar Proses
Standar proses ini meliputi pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
3.      Standar Kompetensi Lulusan
Standar ini merupakan kulifikasi kemampuan lulusan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan.

4.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar ini merupakan standar nasional tentang kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan dari tenaga guru dan tanaga kependidikan lainnya.
5.      Standar Sarana dan Prasarana
Standar ini merupakan kriteria minimal tentang ruang belajar, perpustakaan, tempat olahraga, tempat ibadah, tempat bermain dan rekreasi, laboratorium, bengkel kerja, sumber belajar lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran. Dalam standar ini termasuk pula penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
6.      Standar Pengelolaan
Standar ini meliputi perencanaan pendidikan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, pengelolaan pendidikan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pada tingkat nasional. tujuan dari standar ini ialah meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
7.      Standar Pembiayaan
Standar ini merupakan standar nasional yang berkaitan dengan komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan selama satu tahun.
8.      Standar Penilaian Pendidikan
Standar ini merupakan standar nasional penilaian pendidikan tentang mekanisme, prosedur, instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian yang dimaksud di sini adalah penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang meliputi: penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Sedangkan bagi pendidikan tinggi, penilaian tersebut hanya meliputi: penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan pendidikan
Delapan standar nasional pada akhirnya akan bermuara pada suatu tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.Pemerintah mewajibkan setiap satuan pendidikan, baik formal maupun nonformal untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilakukan secara bertahap, sistematis dan terencana serta memiliki target dan kerangka waktu yang jelas agar dapat memenuhi atau bahkan melampaui standar nasional pendidikan.
 Sebuah sistem pendidikan meniscayakan adanya sebuah evaluasi guna mengontrol kinerja suatu satuan pendidikan, sehingga dengan adanya fungsi kontrol tersebut tingkat efektivitas, produktivitas, berhasil dan gagalnya sistem pendidikan dapat dipantau. Sebagaiman tercantum dalam bab XII pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, bahwa evaluasi pendidikan tersebut meliputi,
  1. Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidiakn sebagai bentuk akuntabilitas
  2. Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan pemerintah
  3. Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
  4. Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten.
  5. Evaluasi oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat/ organisasi profesi untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
a.       Evaluasi kinerja pendidikan oleh pemerintah, sebagaimana tercantum pada poin kedua di atas, dilakukan oleh menteri pendidikan nasional. Setelah menerima hasil laporan evaluasi kinerja pendidikan dari kabupaten atau kota, provinsi dan atau lembaga evaluasi mandiri, kemudian menteri melakukan evaluasi komprehensif untuk menilai: Tingkat relevansi pendidikan nasional terhadap visi, misi, tujuan dan paradigma pendidikan nasional
b.      Tingkat relevansi pendidikan nasional terhadap kebutuhan masyarakat akan sumber daya manusia yang bermutu dan berdaya saing
c.       Tingkat mutu dan daya saing pendidikan nasional
d.      Tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan
e.       Tingkat efisiensi, produktivitas dan akuntabilitas pendidikan nasional.
Di samping ikut serta dalam proses evaluasi kinerja pendidikan, pemerintah juga berwenang dalam melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Yang dimaksud akreditasi di sini adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Akreditasi oleh pemerintah ini dilaksanakan oleh BAN- S/M (pada jenjang pendidikan dasar dan menengah), BAN-PT (pada jenjang pendidikan tinggi), dan BAN-PNF (pada jenjang pendidikan nonformal). Badan Akreditasi Nasional tersebut berada di bawah menteri dan bertanggung jawab kepada menteri.
Berkaitan dengan sertifikasi sebagai bukti legalitas pencapaian kompetensi peserta didik, dalam bab XIV pasal 89 dijelaskan bahwa pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan atau sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh satuan pendidikan yang telah terakreditasi.
Dalam dokumen ijazah atau sertifikasi kompetensi tersebut setidaknya harus mencantumkan identitas peserta didik, pernyataan yang menyatakan peserta didik yang bersangkutan telah lulus dari penilaian akhir satuan pendidikan beserta daftar nilai mata pelajaran yang ditempuhnya.Pernyataan tentang kelulusan peserta didik dari Ujian Nasional beserta daftar nilai mata pelajaran yang diujikan, dan pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah memenuhi seluruh kriteria dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
Selanjutnya, pada bab XVI pasal 94 tentang Ketentuan Peralihan disebutkan bahwa pada saat mulai berlakunya peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan ini:
1.      Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS), Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANTA), Panitia Nasional Penilaian Buku Pelajaran (PNPBP) masih tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dibentuknya badan baru berdasarkan Peraturan Pemerintahan ini.
2.      Satuan Pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintahan ini paling lambat 7 (tujuh) tahun.
3.      Standar Nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan Peraturan Pemerintahan ini.
4.      Penyelenggaraan Ujian Nasional dilaksakan oleh pemerintah sebelum BSNP menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan Peraturan Pemerintahan ini.






BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang  Standar Nasional Pendidikan merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Standar Pendidikan Nasional adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah membentuk badan yang berwenang mengenai standar nasional pendidikan, yaitu Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Ruang lingkup Standar Pendidikan Nasional ada delapan hal tersebut meliputi,
1.      Standar Isi.
2.      Standar Proses.
3.      Standar Kompetensi Lulusan.
4.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
5.      Standar Sarana dan Prasarana.
6.      Standar Pengelolaan.
7.      Standar Pembiayaan.
8.      Standar Penilaian Pendidikan.
Delapan Standar Nasional Pendidikan itu memilki satu tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Selain itu Badan Standar Nassioanal Pendidika (BNSP), juga bertugas melaukan evaluasi sebagai tolak ukur mengenai sukses atau gagalnya dari sebuah sistem pendidikan di Indonesia.
Pemerintah juga melakukan akreditasi yang berada dibawah naungan menteri. berkaitan dengan sertifikasi sebagai legalitas sebuah pencapaian yang telah ditempuh oleh peserta didik maka dinyatakan dengan sebuah dokumen ijazah yang menyatakan bahwa peserta didik telah menempuh jenjan pendidikan yang telah dilaluinya.
B.     Saran
Dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Naional Pendidikan diharapkan pendidikan di Indonesia memilki standar minimum yang telah ditetapkan. Peraturan yang ada harus bisa meningkatkan kualitas pendidikan yang ada pada saat ini.
Badan Standar Nasional Pendidikan harus benar-benar menjalankan fungsinya agar peraturan ini tidak hanya tulisan saja yang tidak pernah dijalankan. BNSP juga harus mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang telah dilalukan sebagai tolak ukur sukses atau gagal mengenai sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia.








DAFTAR PUSTAKA


PP No.19 Tahun 2005.”Standar Pendidikan Nasional” (online).
UU RI No.20 Tahun 2003.2008.UU Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:          Sinar Grafik